29 Desember 2009

Dan, Ketika Aditjondro Membongkar Gurita Cikeas

Bicara soal yang bersangkut paut lakon politik, saya mulai malas. Penilaian seseorang yang berada di luar panggung, senantiasa cenderung skeptis. Dan setiap pendapat, cenderung punya efeknya sendiri. Terlepas itu besar atau tidak. Makanya, tema blog ini sedikit agak saya rubah, lebih generalisasi.

Tapi, ketika Aditjondro - entah iya entah tidak - mencoba membongkar gurita cikeas, tergerak juga saya sekadar menulis analisa politik (yang mungkin) “jadul” ini. Entahlah, saya hanya menulis. Penilaian selebihnya ada pada pembaca, yang mungkin sebagian besar, juga berada di luar panggung lakon itu.

Ada beberapa kesan, diantaranya:

Pertama, ketika Aditjondro membongkar gurita Cikeas itu, kembali kita lihat betapa reaktifnya orang-orang lingkaran SBY “mencoba” mengatasi masalah ini. Ini sebenarnya penyakit dari dalam. Dalam strategi politik, organisasi besar atau pun kecil, orang memang selazimnya menyiapkan perangkat. Ada yang ditugaskan mengumpulkan data dan menganalisa, ada negosiator, dan lain-lain. Dan, ada juga tim buser (moving). Hanya saja, dalam setiap kasus, "tim buser" SBY ini cenderung over lap. Perhatikan saja, dimulai ketika kampaye Pemilu beberapa bulan yang lalu, move yang dilakukan oleh tim ini cenderung terkesan agak kekanak-kanakan, angkuh, dan membikin sakit hati lawan. Memang, risiko sakit hati sulit dihindari. Cuma, bila sudah over, akan ada dendam politik yang tak sudah-sudah. Wajar, jika banyak yang mencoba menggerogoti kekuasaan SBY akhir-akhir ini. Akhirnya, ini tidak baik bagi berjalannya pemerintahan SBY yang efektif.

Kedua, sikap SBY sendiri. Apa-apa cenderung terkesan cepat panik, cengeng, dan mudah “mengadu” kepada rakyat. Dalam setiap fenomena politik, klarifikasi masalah amatlah perlu. Hanya saja, dalam proses klarifikasi itu, seorang SBY semestinya agak menghilangkang kesan yang juga reaktif dari dirinya. Setidaknya, ini untuk mengimbangi reaktif tim politiknya. Dalam situasi politik yang kacau atau agak kacau, rakyat butuh pemimpin yang tenang dan tangguh dalam menghadapi masalah, bukan cengeng. Bila tabiat ini diteruskan, akan semakin mengurangi kredibilitas SBY sendiri di mata rakyatnya.

Ketiga, sudah kita tahu, terbitnya buku Aditjondro Membongkar Gurita Cikeas berkaitan dengan skandal Bank Century. Selama isu skandal Bank Century ini bergulir, komitmen SBY dalam hal pemberantasan korupsi mulai dipertanyakan. Banyak hal janggal yang dilihat orang dalam kebijakan SBY mengatasi masalah ini. SBY terkesan pilih-pilih prioritas dari dampak yang akan terkena skandal ini dalam lingkaran pemerintahnya. Malah, ada kesan SBY berusaha merendahkan target dan berjaga diri. Sikap SBY ini semakin membuat banyak pihak semakin “penasaran” untuk mengungkap kemungkinan keterlibatan SBY dalam kemungkinan kesalahan kebijakan (baca: skandal) terhadap Bank Century ini. Padahal, komitmen dan ketegasan SBY dalam memberantas korupsi sangat diperlukan dalam masa-masa ini.

Dan, terakhir, ketika Aditjondro menerbitkan buku Membongkar Gurita Cikeas ini dan mem-booming isunya, saya justru jadi curiga dengan ajakan Aditjondro, “Saya doktor dan SBY doktor. Mari bahas ini secara ilmiah”. Tak mustahil, ini hanya pelenaan saja dari masalah yang sebenarnya. Mengalihkan perhatian, mengalihkan isu, atau bahkan mengambil simpati dari situasi yang terkesan teraniaya. Dan, kita pun mulai terjebak dalam pembahasan buku ini kelas kacangan atau tidak. Kita pun, sedikit demi sedikit, mulai teralihkan dari skandal Bank Century yang sebenarnya ke rasa penasaran akan isi buku yang banyak berupa kliping koran dan data (yang entah valid entah tidak) dari internet ini. Kita pun mulai tersedot dalam arus pusaran serangan Aditjondro dan persiapan SBY menghadapi serangan ini. Kita pun mulai lena dalam lakon isu, bahwa isi buku ini valid atau fitnah.

Entahlah, ini lakon politik tingkat tinggi. Dalam banyak lakon politik sebelumnya, tak jarang kita menemukan SBY mencoba mengalihkan perhatian publik dari sasaran sebenarnya, semisal kasus menaikkan harga BBM dan kasus lainnya. Wallahu a’lam. Kita lihat saja.

Saya bukanlah orang yang berada dalam lingkaran SBY, dan bukan pula musuh SBY. Yang saya tahu dan yang saya ingin, negeri ini mulai berangkat dan bebas (meski pelan-pelan) dari banyak persoalan korupsi dan penyalahgunaan wewenang. Dalam lakon kasus ini, saya hanyalah salah satu dari banyak penonton yang duduk di sudut luar panggung, yang mencoba-coba menerka skenario sang dalang. Dan, ketika pertunjukan usai, para pelakon pun masuk “kampus” Ki Dalang. Penonton bubar membawa imajinasi sendiri-sendiri. Kiranya, ini tak lebih seperti lakonnya Parijs van Java.

Maafkan saya. Makanya, saya sebut sejak awal, saya sebenarnya malas mengulas ini.


KONSULTASI BISNIS
Bagaimana Menemukan Ide dan Memulai Bisnis Anda?
Silakan menuju ke "RUANG KONSULTASI". Klik Disini!!

13 komentar:

Anonimmengatakan...

pertamax kah saia?? :D

Sudahlah Bang, kita nikmati saja lakon kita masing2 ato kita cukup jadi penonton saja...

Anonimmengatakan...

wah berat....
pak, buku ini dilarang beredar, apa mengganggu kebebasan berapresiasi?

rudy azhar mengatakan...

saya sebenarnya males ngikutan berita yang gitu-gituan Mas, kagak ada gunanya bagi kita rakyat biasa.
Mending membahas yang ringan-ringan aja...
Atau mungkin tulisan ini untuk menembak keyword??

hpnugroho mengatakan...

jadi inget nyanyian teman saat kasus pembubaran KPK ...
"kau yang mulai, kau yang mengakhiri .. kau yang berjanji, kau yang mengingkari .. "

arsumba mengatakan...

politik yang membingungkan..

arkasala mengatakan...

saya sudah jenuh melihat tayangan yang tanpa ending yang happy Mas. Jujur saja saya juga Males, walau penasaran pengen lihat bukunya !!! Karena saya pernah baca rekaman ceramah GJA di sebuah universitas tahun 1994 cukup menarik :)

belajar bisnis internet | hill mengatakan...

saya belum membaca buku "gurita Cikeas" jadi belum bisa berpendapat :D :D baru-baru ini malah keluar "buku putih dari cikeas" yg katanya untuk mementahkan semua argumen dari buku tersebut, pointnya sy masih blak wkwkwkwkk...:D

belajar bisnis internet | hill mengatakan...

Tambahan : Setelah membaca hanya dari sampul bukunya :D :D :D sy berasumsi buku gurita cikeas hanya sebuah bentuk propaganda politik bukan sebuah karya akademik, argumen2nya sangat lemah. Menurut sy jgn dilarang utk beredar, masyarakat kita sudah kritis mana yg fakta mana yg hanya propaganda. biarkan sebagai pembelajaran politik di alam demokrasi Indonesia yg lg euforia

nb:keren nembak keywordnya, lg booming di google :D

jual kaos mengatakan...

kata adi tjondro disebuah wawancara televisi, data-data dibukunya itu valid karena di dapat dari google.

Itulah kemajuan jamannya modal koneksi, laptop dan google dah bisa bikin buku yang laris manis. Makin seneng ajah deh babe kita, ada lagi yang bisa dijadiin bahan curhatan. :))

Khery Sudeska mengatakan...

@hill: Itulah yang saya maksudkan bahwa kita pelan2 mulai terseret "arus pusaran" pertentangan itu, Kawan. Kita pun pelan2 mulai lupa pada kasus Bank Century yang sesungguhnya. :D

Levi Kerja mengatakan...

Jaman sekarang adalah reformasi. seharusnya tidak perlu ada yang kebakaran jenggot.
Semoga sistem perpolitikan indonesia menjadi lebih baik. Amien...

erick mengatakan...

bingung bacanya..blom baca bukunya uda keburu ditarik..

bundadontworry mengatakan...

Sekarang benar2 kita sedang menonton '' dunia penuh panggung sandiwara''.
tinggal menunggu endingnya saja.
salam.

:)) :)] ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} ~x( :-t b-( :-L x( =))

Posting Komentar

Bagi sahabat-sahabat pembaca yang belum mempunyai Blog, anda tetap bisa berkomentar/bertanya disini. Caranya, pada "Select frofile..." pilihlah Name/URL. Tulis pada kotak Name dengan Nama Anda, dan kotak URL anda kosongkan saja. Tuliskan komentar/pertanyaan anda di dalam kotak komentar, lalu Poskan Komentar anda.

 
© Copyright by Blog Khery Sudeska  |  Template by Blogspot tutorial